Rabu, 19 Oktober 2011

Sekilas Tantangan Intelejen Ekonomi untuk Kepala BIN yang Baru

Jauh sebelum para petani kentang melempari kantor Menteri Perdagangan akibata rusaknya harga kentang oleh kentang impor, sebenarnya sudah diketahui bahwa produk China telah berhasil membonceng distribusi produk lokal. Fenomena munculnya produk China di sentra perdagangan dan sentra industri, seperti produk batik di pasar klewer Solo maupun produk konveksi di Bandung, menunjukkan bahwa produk China telah berada di dalam jantung urat nadi distribusi barang lokal.

Perdagangan bebas ASEAN dan China (ACFTA) benar-benar wujud keberhasilan intelejen ekonomi China untuk memperkuat ekonomi negaranya, karena melalui ACFTA kiata tak lagi bisa semena-mena menghalangi produk-produk China membanjir ke negeri kita. Di sisi lain, kekayaan alam kita mendapatkan penawaran bagus di China, sehingga China bisa memperkuat struktur industrinya.

Dengan penduduk banyak tanpa basis manufaktur tapi tetap mencetak pertumbuhan ekonomi, maka Indonesia adalah market yang bener-bener bikin horny. Tapi di jaman penuh ketidakpastian ini, siapa yang berani menjamin bahwa konsumen Indonesia bakal tidak bernasib sama dengan konsumen Amerika yang luluh lantak akibat sub-prime mortgage?

Kini kita melihat bahwa RIM memilih untuk berada di luar struktur industri manufaktur ekonomi Indonesia, sehingga memilih membuat pabriknya di Malaysia. Tapi tetap saja menjadi bagian dari struktur pemasaran di Indonesia, yang berarti menyedot pendapatan masyarakat dan sedikit memberi kontrbus.
Mengingat sedemikain kompleks tantangan ekonomi yang dihadapi Indonesia, intelejen ekonomi akan mendapat tugas yang amat sangat berat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar